Berbagi Bersama "Kelompok PPG"
"Pada hakekatnya manusia satu pasti membutuhkan manusia yang lainnya. Maka, kita butuh mencurahkan hati kita kepada orang-orang yang belum beruntung, seperti fakir dan miskin, dan salah satu kegiatan yang begitu menyentuh hati mereka adalah memberikan kebahagian pada mereka walau sebatas senyuman, tetapi hal tersebut mampu mengobati lara mereka."
Yogi Yanto
Sahabat Rektor,
Kita sering menjumpai penyimpangan-penyimpangaan sosial yang sering terjadi dalam masyarakat, seperti anak-anak yang pengemis, pengamen dan gelandangan atau disingkat "Kelompok PPG(red.)". Apa yang ada dalam benak sahabat-sahabat, mungkin kalian berpendapat bahwa mereka tidak pernah diajarkan oleh orangnya atau memang dia suka menjadi pengemis atau pengamen, atau kalian berpendapat bahwa mereka adalah orang-orang "Sampah", entahlah apapun asumsi kalian, yuk kita saling memahami fenomena tersebut.
Di
Indonesia masalah sosial yang berkaitan
dengan "kelompok PPG" semakin lama semakin memprihatinkan. Banyaknya jumlah "kelompok PPG" , terutama menjelang lebaran atau
hari raya suatu agama di kota-kota besar
seperti Jakarta, Malang, Palembang-dan bahkan
mungkin seluruh kota besar di Indonesia
disebabkan dua faktor,
yaitu faktor internal dan faktor eskternal. Dari faktor internal
adalah karena penyakit, malas, motivasi mereka menjadi bagian dari "Kelompok PPG" karena terpaksa. Sedangkan faktor
eksternal adalah rendahnya pendidikan dan keterampilan, tidak mempunyai modal
untuk membuka usaha sendiri, susah mencari pekerjaan, keturunan dari orang tua
yang menjadi pengemis, pasrah menerima nasib, pengaruh
perkawinan dan lingkungan tempat tinggal yang mayoritas menjadi pengemis.
Memberantas
rantai masalah "Kelompok PPG" ternyata
bukanlah hal mudah,
sebab butuh usaha efektif yang berkesinambungan. Pemerintah melalui petugas satpol PP(Pamong Praja) telah berusaha menjaring kemudian memberi arahan kepada "Kelompok PPG", namun
hasilnya pun tak banyak berpengaruh. "Kelompok PPG" tetap
terus
bergulir makin menjamur di perempatan dan ruas-ruas jalan untuk menjalankan aksi pangku-tangan mengharap kedermawaan
orang. "Kelompok PPG" yang kurang beruntung tersebutlah
yang terkadang luput dari perhatian kita dan pemerintah. Apabila kita pikirkan lebih jauh, "Kelompok PPG" yang kurang beruntung tersebut
adalah investasi bangsa yang juga berharga dan bisa diberdayakan untuk
memajukan bangsa, tetapi karena keterbatasan yang mereka miliki sehingga menghalangi mereka untuk berkarya. Padahal, mereka juga memiliki skill untuk membuat atau
menghasilkan sesuatu karena disebabkan tidak memiliki modal untuk memulai usahanya,
sehingga mereka hanya pasrah dan tidak tahu harus bagaimana, lembaga sosial baik
dari swasta maupun pemerintah berperan penting dalam membentuk paradigma pola pikir
yang maju untuk mencari penghasilan,bukan dengan cara menjelma menjadi seorang
gepeng intelektual.
Sahabat Rektor,
Sebagai
alternatif masalah di atas, mari kita menguji semua data yang kita miliki dengan teori yang ada, kemudian mari kita tarik sebuah benang permasalahannya. Maka segala sesuatunya membutuhkan sebuah proses, dan proses tersebut harus dimulai dengan sebuah pengorbanan, dan pengorbanan itu dimulai dari hal terkecil, bila tak cukup berbuat apa-apa, maka cukupkan diri kita dengan berbagi kepada anak-anak yang kurang beruntung tersebut. Mari kita tebarkan kebaikan dengan langkah yang sederhana, namun penuh makna.
Lead by heart, Think more and more!